MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Diajukan guna
memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah Pengembangan Kurikulum yang diampu
oleh
H. Asmuni, S.Ag.
Disusun oleh:
NAMA NIM
1.
JARIYAH :
2.
CHASAN MASHURI :
116013940
3.
ABDU ROZAK :
116013939
4.
ROMAHDON :
116013938
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan
mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan
pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan
dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak
bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan
bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga
sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan
dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas
pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam
melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan
efisien.
B. TUJUAN
Melalui
pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan:
- Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan kurikulum.
- Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait, seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan maupun dalam melakukan pembinaan.
- Memiliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum harus dijadikan dasar pertimbangan oleh para guru, kepala sekolah terutama dalam mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga program pendidikan/kurikulum yang diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa, dan negara.
C. Metode Penulisan
Tim penyusun
mempergunakan metode studi pustaka dalam menyusun makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu
bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi,
proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa
menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh
sejumlah landasan yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat
dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis).
A. LANDASAN FILOSOFIS
Landasan
filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan
dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam
merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam
bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk
pelaksanaan di sekolah.
1.
Filsafat Pendidikan
Filsafat
berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk
masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan
ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan
pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989),
terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam
pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya,
yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
2.
Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang
telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap
persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul
beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius,
makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa
telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu
hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat
indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat
dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada
kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Sebagai
implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU
No.20 Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab
(Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat
dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui
rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk
melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi
yang serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai
pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.
3.
Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa
filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam
memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut
Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a.
Filsafat
pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk
mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan
negara.
b.
Dengan
adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c.
Filsafat dan
tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d.
Tujuan
pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu
tercapai.
e.
Tujuan
pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan
pendidikan.
4.
Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa,
maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan
falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu
terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara
dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa
penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi
pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah
Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan
dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia
mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila
sebagai dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum
pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan
senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan
dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat
berubah.
B. LANDASAN PSIKOLOGIS
Penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang
harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau
pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
1.
Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak
dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya
dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan
gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk
berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering
menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau,
seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan
seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan
yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus
menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat
lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di
sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan
dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya
lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa.
Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John
Locke.
Selain kedua
pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak
itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini
mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan.
Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern.
Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan
teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks).
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus
dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka
pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami
masalah.
Melalui
tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun
demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak
Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat
disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang
berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
a.
Setiap anak
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
b.
Di samping
disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan
minat anak.
c.
Kurikulum
disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
d.
Kurikulum
memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan
yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi
lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Tujuan
pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada
perubahan tingkah laku peserta didik.
b.
Bahan/materi
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan
tersebut mudah diterima oleh anak.
c.
Strategi
belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
d.
Media yang
dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
e.
Sistem
evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari
satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2.
Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi
belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala
perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan
terjadi karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena
kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk
belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para
guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi
atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory),
Behaviorisme, dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1.
Menurut
Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut
teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau
daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi
tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan
pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya.
Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya
yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain.
Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill),
karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik
dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2.
Teori
Behaviorisme
Rumpun teori
ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning).
Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak
lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah,
masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental,
perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori
ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3.
Teori
Organismik (Gestalt)
Teori ini
mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan
lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya,
kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi
perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai
pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar
menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda
belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada
berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data
yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah
dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di
sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
- Belajar berdasarkan keseluruhan
- Belajar adalah pembentukan kepribadian
- Belajar berkat pemahaman
- Belajar berdasarkan Pengalaman
- Belajar adalah suatu proses perkembangan
- Belajar adalah proses berkelanjutan
3
LANDASAN
SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis
menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu
berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kekuatan
itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh
dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
1.
Perkembangan
Peserta Didik dan Kurikulum
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :
1)
Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.
2)
Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara
orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3)
Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam
tiga gejala, yaitu:
- Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
- Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
- Benda hasil karya manusia.
2.
Masyarakat dan Kurikulum
Mayarakat
adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau
masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri,
dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya
adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan
pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada
kebudayaan di mana ia dibesarkan..
Perubahan
sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian
besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat
tersebut. Di sisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh
terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis
dan mengglobal.
Pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup
keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut
tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa
kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan
masyarakat.
.
4, LANDASAN
LAIN
- 1. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pendidikan
merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari
ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk
mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:
1)
Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang
dan jasa.
2)
Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3)
Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur
budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4)
Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi
dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5)
Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai
tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan,
pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh
berbagai pihak, yakni:
1)
Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang
pembangunan dalam segala bidang.
2)
Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan mengembangakannya
secara swadaya.
3)
Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
4)
Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat
pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan
masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
- 2. Landasan Historis
Landasan
Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau
yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada
kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka
perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi
tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum
yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu
pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang
waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan
sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa
depan.
- 3. Landasan Yuridis
Kurikulum
pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada
konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI
ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan
perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah,
Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti,
peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Kurikulum
baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum
sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan
yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan
sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU No.20 Tahun
2003.
DAFTAR PUSTAKA
Ansyar,
Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.
Karyadi,
Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6.
Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudjana,
Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung :
Sinar Baru Algerindo.
Tim
Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan. 1996. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.