Rabu, 30 Mei 2012

kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN


1.1LATAR BELAKANG
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.


1.2TUJUAN
Melalui pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan:
  1. Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan kurikulum.
  2. Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait, seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan maupun dalam melakukan pembinaan.
  3. Memiliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum harus dijadikan dasar pertimbangan oleh para guru, kepala sekolah terutama dalam mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga program pendidikan/kurikulum yang diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa, dan negara.


1.3Metode Penulisan
Tim penyusun mempergunakan metode studi pustaka dalam menyusun makalah ini.




















BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi, proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis).

2.1LANDASAN FILOSOFIS
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.
  1. 1.    Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia,  termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
  1. 2.    Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.
  1. 3.    Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1)   Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
2)   Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat hambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3)   Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4)   Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5)   Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan pendidikan.
  1. 4.    Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.

2.2LANDASAN PSIKOLOGIS
Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
  1. 1.    Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
1)   Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
2)   Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3)   Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4)   Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
1)   Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2)   Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3)   Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4)   Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)   Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
  1. 2.    Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme, dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1)   Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2)   Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3)   Teori Organismik (Gestalt)
Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
  1. Belajar berdasarkan keseluruhan
  2. Belajar adalah pembentukan kepribadian
  3. Belajar berkat pemahaman
  4. Belajar berdasarkan Pengalaman
  5. Belajar adalah suatu proses perkembangan
  6. Belajar adalah proses berkelanjutan


2.3 LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
  1. 1.    Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1)   Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya.
2)   Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3)   Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
  1. Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
  2. Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
  3. Benda hasil karya manusia.
  4. 2.    Masyarakat dan Kurikulum
Mayarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di mana ia dibesarkan..
Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

.
2.4LANDASAN LAIN
  1. 1.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1)   Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
2)   Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3)   Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4)   Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5)   Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
1)   Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2)   Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan mengembangakannya secara swadaya.
3)   Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4)   Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. 2.  Landasan Historis
Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.

  1. 3.  Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
















BAB III
KESIMPULAN


Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.


DAFTAR PUSTAKA


Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.

Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen  Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru Algerindo.

Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. 1996. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

pengertian akad


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembagian atau macam-macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad secara umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-akad lainnya secara khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian Akad
2. Kedudukan, fungsi Akad
3. Rukun, syarat dan jenis-jenis Akad

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akad
Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu عَقَََدَ يََعْقِدُ عََََقْدًاyang berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan ( الرّبْطُُ ) dan kesepakatan ( الاِتِفَاقْ ).
Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari segi umum dan segi khusus. Dari segi umum, pengertian akad sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasakan keinginananya sendiri seperti waqaf, talak, pembebasan, dan segala sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai. Sedangkan dari segi khusus yang dikemukakan oleh ulama fiqih antara lain:
a.        Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.
b.       Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.
c.       Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu yang menunjukan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.
d.       Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak.
e.       Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah pihak atau perkataan seseorang yang berpengaruh pada kedua belah pihak.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bhawa Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus ditepati. Akad-akad yang dipengaruhi aib adalah akad-akad pertukaran seperti jual beli dan akad sewa.
B.     Kedudukan, Fungsi, Ketentuan dan Pengaruh Aib dalam Akad.
a.       Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah.
b.       Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau akan berzina, tidak harus ditepati.
c.       Tidak sah akad yang disertai dengan syarat. Misalnya dalam akad jual beli aqid berkata: “Aku jual barang ini seratus dengan syarat dengan syarat kamu menjual rumahmu padaku sekian…,” atau “aku jual rumah barang ini kepadamu tunai dengan harga sekian atau kredit dengan harga sekian”, atau “aku beli barang ini sekian asalakan kamu membeli dariku sampai dengan jangka waktu tertentu sekian”.
d.       Akad yang dapat dipengaruhi Aib adalah akad akad-akad yang mengandung unsur pertukaran seperti jual beli atau sewa.
e.       Cacat yang karenanya barang dagangan bisa dikembalikan adalah cacat yang bisa mengurangi harga/nilai barang dagangan, dan cacat harus ada sebelum jual beli menurut kesepakatan ulama. Turunnya harga karena perbedaan harga pasar, tidak termasuk cacat dalam jual beli.
f.       akad yang tidak dimaksudkan untuk pertukaran seperti hibah tanpa imbalan, dan sedekah, tak ada sedikitpun pengaruh aib di dalamnya.
g.      Akad tidak akan rusak/ batal sebab mati atau gilanya aqid kecuali dalam aqad pernikahan.
h.       Nikah tidak dikembalikan (ditolak) lantaran adanya setiap cacat yang karenanya jual beli dikembalikan, menurut ijma’ kaum musllimin, selain cacat seperti gila,kusta, baros, terputus dzakarnya, imptoten, fataq (cacat kelamin wanita berupa terbukanya vagina sampai lubang kencing atau Ada juga yang mengatakan sampai lubang anus (cloaca). Kebalikan dari fatq adalah rataq, yaitu tertutupnya vagina oelh daging tumbuh), qarn (tertutupnya vagina oleh tulang), dan adlal, tidak ada ketetapan khiyar tanpa diketahui adanya khilaf diantara ahlul ilmi. Dan disyaratkan bagi penetapa khiyar bagi suami tidak mengetahuinya pada saat akad dan tidak rela dengan cacat itu setelah akad. Apabila ia tahu cacat itu setelah akad atau sesudahnya tetapi rela, maka ia tidak mempunyai hak khiyar. Dan tidak ada khilaf bahwa tidak adanya keselamatan suami dari cacat, tidak membatalkan nikah, tapi hak khiyar tetap bagi si perempuan, bukan bagi para walinya.
i.        Dalam hal pernikahan Jika ada cacat dalam mahar maka boleh dikembalikan dan akadnya tetap sah dengan konsekuensi harus diganti.
C.     Rukun Akad
1.       Aqid (Orang yang Menyelenggarakan Akad)
Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi, atau orang yang memiliki hak dan yang akan diberi hak, seperti dalam hal jual beli mereka adalah penjual dan pembeli. Ulama fiqh memberikan persyaratan atau criteria yang harus dipenuhi oleh aqid antara lain :
a.        Ahliyah
Keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi. Biasanya mereka akan memiliki ahliyah jika telah baligh atau mumayyiz dan berakal. Berakal disini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal. Sedangkan mumayyiz disini artinya mampu membedakan antara baik dan buruk; antara yang berbahaya dan tidak berbahaya; dan antara merugikan dan menguntungkan.
b.       Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan seseorang yang mendapatkan legalitas syar’i untuk melakukan transaksi atas suatu obyek tertentu. Artinya orang tersebut memang merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu obyek transaksi, sehingga ia memiliki hak dan otoritas untuk mentransaksikannya. Dan yang terpenting, orang yang melakukan akad harus bebas dari tekanan sehingga mampu mengekspresikan pilihannya secara bebas.
2.       Ma’qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma’qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a.        Obyek transaksi harus ada ketika akad atau kontrak sedang dilakukan.
b.      Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim (harta yang diperbolehkan syara’ untuk ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
c.       Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian hari.
d.       Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
e.       Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis dan bukan barang najis.
3.       Shighat, yaitu Ijab dan Qobul
Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau akad. Definisi ijab menurut ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan keridhaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun menerima, sedangkan qobul adalah orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridhaan atas ucapan orang yang pertama. Menurut ulama selain Hanafiyah, ijab adalah pernyataan yang keluar dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama atau kedua, sedangkan Qobul adalah pernyataan dari orang yang menerima.
Dari dua pernyataan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akad Ijab Qobul merupakan ungkapan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi atau kontrak atas suatu hal yang dengan kesepakatan itu maka akan terjadi pemindahan ha kantar kedua pihak tersebut.
Dalam ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, ulama fiqh menuliskannya sebagai berikut :
a.       adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
b.      Adanya kesesuaian antara ijab dan qobul
c.        Adanya pertemuan antara ijab dan qobul (berurutan dan menyambung).
d.      Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduannya.
Ijab Qobul akan dinyatakan batal apabila :
a.       penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat qobul dari si pembeli.
b.      Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
c.        Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari majlis akad. Ijab dan qobul dianggap batal.
d.       Kedua pihak atau salah satu, hilang ahliyah -nya sebelum terjadi kesepakatan
e.       Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qobul atau kesepakatan.
D.    Syarat Akad
1.      Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Syarat ini terbagi menjadi dua bagian yakni umum dan khusus. Syarat akad yang bersifat umum adalah syarat–syarat akad yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam setiap akad adalah:
a.       Pelaku akad cakap bertindak (ahli).
b.       Yang dujadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c.        Akad itu diperbolehkan syara’dilakukan oleh orang yang berhak melakukannya walaupun bukan aqid yang memiliki barang.
d.      Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn dianggap imbangan amanah.
e.        Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh karenanya akad menjadi batal bila ijab dicabut kembali sebelum adanya kabul.
f.       Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab berpisah sebelum adanya qabul, maka akad menjadi batal.
Sedangkan syarat yang bersifat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat ini juga sering disebut syarat idhafi(tambahan yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
2.      Syarat Pelaksanaan akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai dengan aturan syara’. Adapun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam ber-tasharuf sesuai dengan ketentuan syara’. Syarat Kepastian Akad (luzum)
3.      Dasar dalam akad adalah kepastian. Seperti contoh dalam jual beli, seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika luzum Nampak maka akad batal atau dikembalika
E.      Pembagian Akad
Pembagian akad dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan sudut pandang yang berbeda, yaitu:
1.      Berdasarkan ketentuan syara’
a.       Akad shahih
akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih adalah akad yang memenuhi ketentuan syara’ pada asalnya dan sifatnya.
b.       Akad tidak shahih
adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau tidak sah. Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan akad bathil dan fasid termasuk kedalam jenis akad tidak shahih, sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara fasid dengan batal.
Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi memenuhi rukun atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang dilakukan oleh salah seorang yang bukan golongan ahli akad. Misalnya orang gila, dan lain-lain. Adapun akad fasid adalah akad yang yang memenuhi persyaratan dan rukun, tetapi dilarang syara’ seperti menjual barang yang tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan percekcokan.
2.      Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah:
a.       akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b.      Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan belum ditetapkan hukumnya.
3.       Berdasarkan zat benda yang diakadkan :
a.       benda yang berwujud
b.      benda tidak berwujud.
4.      Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya :
a.       Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad adalah pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan adanya akad.
b.       Akad mu’alaq adalah akad yand didalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
c.        Akad mu’alaq ialah akad yang didalam pelaksaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tidanya waktu yang ditentukan.
5.      Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
a.        Akad musyara’ah ialah akad-akad yang debenarkan syara’ seperti gadai dan jual beli.
b.      Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual anak kambing dalam perut ibunya.
6.      Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad :
a.       akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang seperti jual beli.
b.      Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barangg karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah.
7.      Berdasarkan cara melakukannya:
a.       akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b.      Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya.
8.      Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad :
a.        akad nafidzah, yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad
b.      akad mauqufah, yaitu akad –akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik harta)
9.      Berdasarkan luzum dan dapat dibatalkan :
a.        Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad nikah. Manfaat perkawinan, seperti bersetubuh, tidak bisa dipindahkan kepada orang lain. Akan tetapi, akad nikah bisa diakhiri dengan dengan cara yang dibenarkan syara’
b.       Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat dipindahkan dan dapat dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-lain.
c.       Akad lazimah yang menjadii hak kedua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak. Seperti titipan boleh diambil orang yang menitip dari orang yang dititipi tanpa menungguu persetujuan darinya. Begitupun sebalikanya, orang yang dititipi boleh mengembalikan barang titipan pada orang yang menitipi tanpa harus menunggu persetujuan darinya.
10.   Berdasarkan tukar menukar hak :
a.       Akad mu’awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti akad jual beli
b.       Akad tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan seperti akad hibah.
c.        Akad yang tabaru’at pada awalnya namun menjadi akad mu’awadhah pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah.
11.   Berdasarkan harus diganti dan tidaknya :
a.        akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
b.       Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
c.        Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.
12.   Berdasarkan tujuan akad :
a.       tamlik: seperti jual beli
b.      mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharaba
c.        tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
d.      menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
e.       mengadakan pemeliharaan seperti ida’ atau titipan
13.  Berdasarkan faur dan istimrar :
a.       akad fauriyah, yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
b.      Akad istimrar atau zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I’arah.
14.  Berdasarkan asliyah dan tabi’iyah :
a.       akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain seperti jual beli dan I’arah.
b.       Akad tahi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan suatu hal atau kontrak antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan oleh syara’ dan memiliki implikasi hukum tertentu.terkait dalam implementasinya tentu akad tidak pernah lepas dari yang namanya rukun maupun syarat yang mesti terpenuhi agar menjadi sah dan sempurnanya sebuah akad.
Adapun mengenai jenis-jenis akad, ternyata banyak sekali macam-macam akad yang dilihat dari berbagai perspektif, baik dari segi ketentuan syari’ahnya, cara pelaksanaan, zat benda-benda, dan lain-lain. Semua mengandung unsure yang sama yakni adanya kerelaan dan keridhaan antar kedua belah pihak terkait dengan pindahnya hak-hak dari satu pihak ke pihak lain yang melakukan kontrak.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan muamalah dalam kehidupan kita sehari-hari










DAFTAR PUSTAKA
Dimyauddin Djuwaini.Pengantar Fiqh Muamalah.(Yogyakarta:Pustaka pelajar,2008)
Rahmat Syafei. Fiqih Muamalah.(Bandung:Pustaka Setia,2006)
Sa’adi Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. IV, 2009
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir,Surabaya: pustaka Progresif,cet 25 tahun 2002,
Al-Munjid, Beirut: Daar Al-Masyriq
Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah, Beirut: Daar al-Fiqr,
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada














AKAD ; PENGERTIAN FUNGSI
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : fiqh
Dosen Pengampu : Farid


 








Oleh :
NAMA                                       
1.      A. ZAENURI                                   
2.      CHASAN MASHURI   
3.      ABDU ROZAK                
4.      ROMAHDON                     

UNIVERSITAS  WAHID HASYIM
FAKULTAS  AGAMA  ISLAM
SEMARANG
2012


KATA  PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,taufik, hidayah dan inayah-Nya ,sehingga penulis dapat menyeleaikan Makalah yang berjudul “Akad : pengertian”.
Disamping itu, apa yang telah tersaji ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak , kepadanya kami mengucapkan terima kasih.
1.      Prof.Dr.H.Ahmad Rofiq,MA.  selaku Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang
2.      Drs.H.Asro’i Thohir,M.Pd.I, selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Wahid Hasyim Semarang
3.      Asma’ul Husna,S.Ag,M.Pd selaku pembimbing satu dan bapak Asrofi,S.Pd selaku pembimbing dua yang telah dengan sabar membimbing kami dalam menyusun skripsi ini.
4.      Uripah, selaku Kepala MI Rejosari Barat Kecamatan TersonoKabupaten Batang yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian.
5.      Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Sungguh kami tidak dapat memeberikan balasan apapun, kecuali do’a semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat atas amal kebaikan yang telah diberikan
Akhirnya kami menyadari bahwa apa yang telah tersaji dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan maka segala bentuk kritik dan saran sangat kami harapkan, demi menidak lanjuti pada kajian-kajian lebih lanjut.


Penulis